Jumat, 19 September 2008

“Kajian Stimulus Collective Memory Terhadap Bangunan-Bangunan Kolonial di Sekitar Lapangan Merdeka”








Wahyu Utami,ST,MT
Staff Pengajar Jurusan Teknik Arsitektur USU Medan
(Tulisan ini merupakan hasil penelitian tahun 2002 dengan Dana DP3M merupakan Penelitian Dosen Muda/BBI)


Latar Belakang
Ungkapan “Place without old building is like a person without a memory” sangat relevan untuk mengungkapkan betapa pentingnya makna sejarah pada bangunan di suatu tempat, terlebih bangunan itu selain mempunyai sejarah juga mempunyai locus, makna ataupun nilai yang tinggi.
Kawasan lapangan merdeka merupakan bagian awal terbentuknya kota Medan yang diawali sebagai daerah perkebunan Tembakau Deli. Bangunan-bangunan yang ada sampai saat ini merupakan cerita masa lalu yang bisa diangkat kembali untuk dijadikan identitas kawasan yang diambil dari awal kota Medan sebagai kota perkebunan dan kota Medan sebagai kota kolonial dalam perkembangnnya. Beberapa bangunan sampai saat ini masih terlihat kontinuitasnya dan persistensinya misalnya Gedung London Sumatera, Kantor Pos, Stasiun Kereta Api dan beberapa bangunan yang mempunyai histori yang kuat yang ikut membentuk Lapangan Merdeka sebagai kawasan kolonial saat itu. Keberadaan bangunan yang berada di sekitar Lapangan Merdeka dipertegas dengan beberapa lorong yang ada di sekitar Lapangan Merdeka dengan kekentalan style kolonialnya.
Kontinuitas bangunan yang ada di Lapangan Merdeka dilihat dari segi fungsi pada beberapa bangunan yang masih bertahan dengan fungsi aslinya yang paling tidak mempunyai dimensi waktu yaitu masa perkebunan, masa kolonial dan masa sekarang dan diharapkan mampu mempertahankan kemenerusannya di masa mendatang. Bangunan-bangunan yang ada sebagai artefak di Lapangan Merdeka membentuk suatu kawasan yang diharapkan mampu memunculkan kenangan masa lalu sejarah Medan yang kuat dan tegas. Selain dari segi fungsi kontinuitas atau yang lebih spesifik dengan istilah kontinuitas bentuk dilihat dengan mempertimbangan keberadaan bangunan yang mampu bertahan walaupun fungsinya sudah berubah. Seperti dikatakan Utami, 2001 bahwa bangunan bisa dikatakan sebagai elemen dominan (primer) jika bangunan tersebut mampu mepertahankan locus, fungsi dan bentuk bangunan sesuai yang asli, mampu bertahan dari segi bentuk, mempunyai nilai locus yang sangat tinggi sehingga mempengaruhi keberadaan elemen kota yang lain ataupun peranan bangunan sebagai elemen kota mampu menjadi pemacu dalam perkembangan elemen berikutnya walaupun bangunan atau elemen ini merupakan sesuatu yang baru.

Tujuan Penelitian
Tujuan khusus dalam penelitian ini mengkaji bangunan kolonial yang ada di sekitar Lapangan Merdeka agar memberikan collective memory yang dapat dijadikan elemen dominan dan arahan dalam perkembangan kawasan dan perkembangan kota Medan.

Lokus dan Fokus Amatan
Penelitian mengambil lokus amatan di Pusat Kota Medan, tepatnya di Lapangan Merdeka dan sekitarnya dengan diperjelas beberapa lorong di sekitar Lapangan Merdeka Sedangkan focus amatan yaitu pada fasade bangunan yang dijadikan amatan dan tidak melihat bangunan dari dua dimensinya dari atas.

Metode Penelitian
Penelitian dengan melihat obyek penelitian sebagai daerah amatan dan melihat bangunan sebagai focus amatan secara langsung. Dalam hal ini bangunan-bangunan di Lapangan Merdeka dijadikan obyek penelitian yang dieksplorasi secara keseluruhan berupa identifikasi elemen bangunan. Ini sangat berhubungan dengan melihat stimulus yang terjadi di tiap-tiap bangunan. Penelitian collective memory melihat bangunan dalam dua dimensi sebagai gambaran awal dan tiga dimensi sebagai eksplorasinya yang difokuskan pada fasade bangunan dan elemen bangunan.


Hasil Temuan dan Kajian Collective Memory

Melihat kondisi yang ada bisa dikatakan dari sejumlah elemen fisik yang ada di Lapangan Merdeka atau dari 19 jenis pengelompokan bangunan ada 12 elemen fisik yang bertahan dari fungsi atau bentuknya. Ini memperlihatkan kesan collective memory masih sangat kental dan sangat penting dilakukan untuk dijadikan pertimbangan dan juga arahan dalam pertimbangan perencanaan Lapangan Merdeka selanjutnya.

Kantor Pos
Terletak di jalan Balai Kota dengan arsitek bernama SNUYF yang dibangun tahun 1909 mengunakan style kolonial Belanda dengan tower segi enam di atasnya.
Tower berbentuk segi enam dengan bukaan kecil sebagai ornamen dan penyesuaian terhadap iklim local. Atap ada dua jenis yaitu atap local segi enam yang dipadu dengan tower dan dilengkapi dormer dan atap gevel pada atap yang menghadap ke sisi lain.
Bukaan persegi panjang dengan memanjang ke atas ini dimaksudkan agar udara dan sinar yang masuk ke dalam bangunan tidak terlalu besar serta bukaan yang diberi lengkungan di bagian atas. Di tiap bukaan selalu dilengkapi dengan kisi-kisi.
Bangunan Kantor Pos Medan dengan kontinuitas fungsi dan bentuk, persistensinya tidak mutlak karena pernah dilakukan renovasi kecil walaupun tidak mengganggu fasade aslinya. Detil menggunakan elemen kolonial yang tetap menggunakan elemen local walaupun tidak elemen tradisional Sumatera khususnya Melayu atau Batak. Penggunaan elemen local bersifat generalisasi Indonesia.

London Sumatera
Awalnya gedung “julianagebouw” yang diambil alih oleh perusahaan Inggris “Harrisons & Crossfield”Ltd dan sekarang diambil alih menjadi PT Perusahaan Perkebunan Lonon Sumatera Indonesia. Dipengaruhi oleh style kolonial Inggris dan berbentuk segi tiga. Bangunan ini merupakan bangunan pertam di Sumatera yang menggunakan lift.
London Sumatera salah satu landmark di pusat kota dengan karakter yang berbeda dengan bangunan disekitarnya walaupun dari segi bentukan sama dengan bangunan lain. Gedung ini mempunyai skala yang sangat besar dengan bentuk segi tiga yang diletakkan di simpang jalan. Entranse menghadap ke simpang jalan.
Bukaan-bukaan yang ada menunjukkan bentukan kolonial dengan penyempitan di arah samping dan pelebaran ke arah atas dengan tujuan pengurangan intensitas matahari dan angin yang datang ke arah bangunan tersebut.
Jenis atap yang digunakan merupakan penggabungan atap dag dan penggunaan gevel di entrance utamanya. Berbeda dengan bangunan yang lain gedung ini menggunakan bukaan di setiap lantai dengan irama tetap. Ini menjadi cirri khas tersendiri bagi gedung yang sekarang ada perubahan fungsi yang tidak terlalu significant.

Bank Mandiri
Bangunan Bank Mandiri di sekitar Lapangan Merdeka ada tiga tempat, namun yang mengunakan bangunan lama tanpa melakukan perubahan bentuk secara significant yang terletak di Jalan Balai Kota.
Style dengan penggunaan elemen atau detil bangunan keseluruhan menggunakan bentukan kolonial termasuk dalam hal ini bentuk bukaan yang tinggi serta menyempit ke samping. Berbeda dengan bukaan pada bangunan lain di bangunan ini mempunyai satu bukaan di tiap ketinggian lantai.
Elemen kolom cukup menonjol dengan bentukan kolonial yaitu penggunaan kolom yang mencerminkan kekuasaan kolonial saat itu. Ini seperti bangunan kolonial yang berfungsi penting di Jawa misalnya kantor residen atau gedung-gedung pertemuan. Ini menunjukkan bangunan ini sepenuhnya melayani masyarakat kolonial saat itu.
Penggunaana atap daag merupakan pencerminan bentukan kolonial dari style Eropa dan dipadu dengan penggunaan gevel di bagian samping. Gevel digunakan pada bagian samping bangunan karena posisi gedung ini yang strategis terletak di simpang jalan atau dipertigaan jalan yang menghubungkan jalan Balai Kota dan lorong ke dalam.

Balai Kota
Kantor Balai Kota terletak di Jalan Balai Kota dibangun tahun 1908 dan dimodernisir tahun 1923 dengan desainnya oleh Biro Arsitek Hulswit. Bangunan ini masih tetap fungsinya sampai saat ini hanya perubahan nama yang dahulu bernama Gemeentehuis.
Walaikota saat pemerintahan Belanda merupakan salah satu unsur pemerintahan kolonial dibawah Karesidenan. Sehingga penggunaannya lebih ke masyarakat Belanda dan yang mendukung keberadaannya. Ini akan mempengaruhi jenis ataupun bentukan bangunannya seprti yang banyak terjadi kota-kota kolonial lainnya di Indonesia.
Elemen bangunan pada gedung Balai Kota menggunakan style kolonial dengan penggunaan tower di atap puncaknya yang dilengkapi dengan ormanen-ornamen kolonialnya. Penggunaan dormer pada atap tower semakin memperkuat bentukan kolonial eropanya. Sementara bukaan menggunakan bentukan kolonial yang disesuaikan dengan alam local yaitu dengan adanya level di tiap bukaaan. Ini dimaksudkan agar sinar matahari atau jika terjadi hujan tidak menganggu pengguna bangunan. Di bukaan bangunan banyak menggunakan ornamen kolonial eropa.
Jam besar yang ada di bangunan ini dibangun tahun 1913 peembahan milioner Cina Tjong A Fie yang saat itu dapat mengeluarkan bunyi carillon.

Bank Indonesia
Bank Indonesia awalnya adalah Javasche Bank yang dibangun tahun 1910 oleh biro arsitek Hulswit/Fermont & Ed.Cuypers
Gedung ini dominan memgunakan bentukan kolonial hanya detilnya agak berbeda dengan bangunan lainnya yang ada disekitarnya. Bukaan selain tinggi juga dimensinya cukup besar untuk ukuran local. Elemen bangunan dibangian depan berupa bukaan ini lebih mencerminkan kekuasaan yang ada dan ini salah satu cirri bangunan kolonial murni tanpa campuran unsure local. Penggunaan atap gevel hanya dibagian depan yang berjumlah satu sementara sebagian besar atapnya adalah daag. Sementara untuk bukaan disamping menggunakan bukaan yang relatif sama dengan bangunan lain yaitu tinggi dan sempit. Pada bukaan tidak diselesaiakan dengan penggunakan elemen local Indonesia seperti dibangunan lainnya dengan menggunakan tritisan ataupun level. Pada bangunan ini bukaannya polos berbentuk persegi empat.
Elemen-elemen bangunan lainnya yang merupakan cirri bangunan kolonial adalah penguatan pada lekukan-lekukan tembok atau dinding dan juga pengguaan pintu melengkung dengan karakter yang sangat kuat.

Hotel Dharma Deli
Menurut Lukman Sinar, 1996, Hotel Dharma Deli yang terletak di Jalan Bali Kota awalnya adalah Hotel De Boer dengan pemiliknya bernama Aeint Herman De Boer. Seperti bangunan hotel kolonial yang ada di Indonesia, Hotel Dharma Deli mempunyai elemen bangunan berupa bukaan yang sangat banyak dan mengadopsi bentukan kolonial murni tanpa adanya penyesuaian dengan elemen local.

Stasiun Kereta Api
Dibangun tahun 1885 sebagai sarana transportasi penumpang maupun barang.
Bentukan Kereta api tidak terlalu berbeda dengan kota-kota lain yaitu memanjang dan elemen bukaannya sangat banyak. Hal ini terkait dengan fungsi stasiun yang banyak menampung penunpang dan mengadopsi bentuk kereta api yang memanjang. Elemen yang berbeda dengan stasiun yang lain adanya penonjolan di bagian depan gedung berupa bukaan yang cukup besar dan dilengkapi dengan kaca sehingga pengguna bisa melihat ke bahwah ataupun keluar dan juga adanya elemen jam.

Gedung Asuransi Jasindo
Gedung Asuransi Jasindo menggunakan bangunan lama yang tidak terlalu dominan bentukan kolonial. Bentukan ini cenderungan bentukan bangunan indis yang merupakan bangunan kolonial yang telah banyak mengalami penyesuaian dengan elemen local. Ini biasanya untuk bangunan-bangunan yang memang fungsinya lebih vcenderung ke masyarakat local atau pribumi atau untuk negara lain.
Bangunan ini banyak mendapat pengaruh local khususnya arsitektur tropis. Ini terlihat pada penggunaan atap local walaupun untuk menunjukkan kekuasaan pemerintah kolonial saat itu diberikan gevel dibagian depannya. Ini biasa digunakan oleh pemerintah kolonial untuk mengambil hati masyarakat pribumi dengan penyediaan fasilitas. Bukaan-bukaan juga cenderung menggunakan bentukan local yang dilengkapi krepyak dibagian atas pintu dan jendela. Kemudian di bagian depan atas terdapat tujuh bukaan kecil yang dilengkapi dengan kaca tembus cahaya. Kolom yang digunakan dibangunan ini tidak terlalukuat karakternya hanya penambahan dimensi keluar dari dimensi temboknya sehingga tidak terlalu kentara.
Elemen kolonial hanya pada penggunaan gevel dan karakter penonjolan dinding yang kuat sebagai salah satu cirri bangunan kolonial. Penggunaan ornamen di bagian atap merupakan pemberian elemen kolonial ke dalam bangunan yang ditujukan bentukan local.

Bangunan-Bangunan Baru
Di sekitar Lapangan Merdeka mulai dimasuki bangunan-bangunan baru yang dikhawatirkan agar merusak kekuatan Lapangan Merdeka sebagai historic urban centric dalam memberikan gambaran masa lalu. Ini terlihat dengan munculnya bangunan-bangunan baru yang ada di sekitar bangunan bernilai sejarah yang tinggi. Bangunan Bank Central Asia (BCA) perwakilan, Kantor ACA, Deretan Perkantoran kecil yang antara lain gedung ET45 serta Gedung Bank Niaga yang terletak di seberang Utara Lapangan Merdeka satu deretan dengan Kantor Pos yang sangat kental nilai historisnya.
Di sebelah Selatan Lapangan Merdeka mengalami pergantian bangunan jenis baru yang sama sekali tidak menggunakan elemen dominan bangunan di kawasan ini yaitu perpaduan elemen kolonial dan local. Sementara bangunan di sebelah Timur dan Barat masih menunjukkan kontinuitas baik dari segi fungsi dan beberapa dari bentuk. Dalam waktu beberapa bulan ini di Lapangan Merdekanya sendiri mengalami beberapa perubahan yang sangat menggu keberadaan Lapangan Merdeka sebagai lokus bersejarh dengan penambahan elemen baru, yaitu adanya panggung dengan bentuk Melayu dan kumpulan kios buku pindahan dari titi gantung. Hal ini sangat merusak kesan yang ada.

Penguatan Collective Memory Bangunan di Sekitar Lapangan Merdeka
Seperti dijelaskan di bagian depan dalam rangka mengkaji stimulus collective memory perlu adanya penguatan dari beberapa segi dalam hal ini adanya dua lorong jalan di sekitar Lapangan Merdeka yang mempunyai keterkaitan dengan aktivitas Kawasan Lapangan Merdeka masa kolonial, yaitu Jalan Pemuda dan Jalan Ahmad Yani.
Kedua jalan ini masih mempunyai kesan yang sangat kuat terhadap masa lalunya yaitu pemerintahan kolonial Belanda dengan mendapat perpaduan bentuk local dan Cina. Bentukan atap yang menggunakan dormer, gevel dan juga pada jalan pemuda di sudut simpang menggunakan tower segi enem yang sangat menarik.
Bukaan-bukaan jendela yang ada menggunakan bentukan kolonial yang sudah dipadu dengan bentukan local dan disesuaikan dengan iklim tropis. bentuk kolonial dengan bukaan yang tinggi dan menyempit menjadi cirri khas bangunan-bangunan yang ada di kedua jalan tersebut.
Pada dua lorong jalan ini sebagian besar bangunan-bangunan yang ada masih mempertahankan bentuk aslinya. Perubahan terjadi hanya pada fungsi bangunan karena sudah tidak relevan lagi dengan masa sekarang. Di jalan Pemuda beberapa bangunan tidak digunakan dan dibiarkan kosong dalam waktu cukup lama.
Di jalan Ahmad Yani bangunan-bangunan mendapatkan perpaduan bentukan dari Cina karena pada masa lalu jalan Pemuda dikuasai milioner Cina yang bernama Tjong A Fie yang salah satu rumahnya masih berdiri megah di jalan Pemuda.


Elemen-Elemen Dominan sebagai Penguatan Collective Memory di Lapangan Merdeka, Medan sebagai Arahan Pengembangan Kota

Sejarah sangat bermanfaat bagi masa yang akan datang berhubungan dengan identitas lokasi tersebut yang dapat bermanfaat sebagai salah satu arahan dalam perencanaan dan perancangan elemen berikutnya. Seperti dikatakan Utami, 2001, elemen dominan dalam hal ini bangunan dan lokasi yang mempunyai tingkat kontinuitas yang tinggi dapat dijadikan salah satu kaca mata dalam melihat perkembangan suatu kota dan untuk perencanaan ke depan. Ini dilakukan agar untuk lokasi-lokasi di dalam kota yang mempunyai karakter khusus bisa dimanfaatkan tanpa harus meninggalkan kebutuhan masa depan. Jika dalam pelaksanaan ternyata membuthkan adanya suatu pembongkaran akrena sudah tidak layak dalam arti bangunan atau elemen fisik ini lebih bersifat patologis, agar bisa mengambil arahan pemakaian elemen bangunan yang sudah ada di dalam kawasan tersebut.
Demikian juga dengan bangunan-bangunan yang ada di Lapangan Merdeka, perlu adanya satu perhatian tersendiri agar nilai historiesnya tidak hilang termakan oleh bangunan-bangunan baru yang tidak memperhatikan elemen-elemen dominannya. Misalnya terjadi pembongkaran karena alsana yang sangat tepat (misalnya bangunan rusak atau akan runtuh) perlu dipertimbangkan pendirian bangunan berikutnya mengikuti pola arahan atau bahkan dijadikan replica bangunan yang hancur dengan fungsi yang berbeda dan maintenance yang lebih bisa diterima masyarakat sekarang. Hal di atas perlu dilakukan agar nilai-nilai historisnya tidak hilang dan kesan collective memory tetap ada.
Adapun elemen-elemen dominan yang bisa dijadikan arahan antara lain bentukan atap dengan penggunaan dolmer, gevel ataupun tower yang bisa disesuaikan dengan kondisi arsitektur saat ini dan masa mendatang. Selain itu karakter yang ada harus mencerminkan kekuatan suatu pemerintahan.
Bukaan-bukaan dengan bentuk kolonial yang dipadu elemen local juga sebagai salah satu kesan kuat pada bangunan kolonial di kota Lapangan Merdeka dan juga generalisasibentukan elemen kolonial di Indonesia.

1 komentar:

Puspito Harimurti mengatakan...

tulisannya sangat menarik, mohon ijin untuk mengunduh paper ini bagi riset saya tentang arsitektur indische di pontianak. terimaksih

Puspito Harimurti
fullfrontaluc0079@gmail.com